Label Terorisme Salah Kaprah

Jum'at, 29 September 2017 06:07 WIB

Maraknya isu terorisme di dunia menimbulkan keprihatinan tersendiri khususnya di kalangan pakar politik internasional. Gonda Yumitro, MA, ketua prodi Hubungan Internasional UMM pun menyayangkan steoretip yang berkembang bahwa mereka yang melakukan tindakan terorisme adalah orang Islam. Dalam kajian yang diadakan oleh Pusat Kajian Sosial Politik UMM beberapa waktu yang lalu, Gonda mengungkapkan bahwa label teroris ini kerap menimpa pada orang-orang yang berpenampilan sesuai syariah seperti memiliki jenggot, aktif dalam kegiatan masjid, istri mereka mengenakan jilbab lebar, dsb. Sebagian orang kemudian mudah menggeneralisasi bahwa orang-orang yang berpenampilan demikian identik dengan terorisme. “Padahal Islam tidak pernah mengajari pengikutnya untuk melakukan aksi terorisme, dan mayoritas muslim juga tidak setuju dengan tindakan terorisme,”ungkapnya,

Ketakutan akan Islam dan terorisme ini berawal dari pemahaman Oliver Paderbone yang menyatakan bahwa Islam dimulai dengan pedang, dikelola oleh pedang, dan dengan pedang pula Islam akan berakhir. Pemahaman ini begitu terkenal di negara Barat dan oleh karena itu, banyak orang salah paham dengan  Islam.

Gonda mengatakan bahwa memang benar bahwa Nabi Muhammad terlibat dalam sejumlah perang dalam hidupnya. “Tetapi ini harus dianalisis secara mendalam bahwa ada beberapa prinsip moralitas dalam Islam yang memperbolehkan diadakannya perang. Islam menggunakan perang hanya sebagai alat pertahanan, bukan sebagai perang ofensif. Dalam hal kondisi damai, muslim harus memiliki hubungan baik dengan non muslim. Jihad tidak digunakan untuk memecahkan perdamaian tetapi justru untuk mewujudukan perdamaian,”tuturnya.

Jika ada perang, pesan-pesan dari Abu Bakar kepada pasukannya ketika mereka akan pergi berperang di Syiria, menarik untuk dicermati. Abu Bakar berkata, "ketika Anda menghadapi musuh, jangan pernah menarik diri (lari) dari perang. Tetapi jika Anda memenangkan perang, jangan pernah membunuh anak-anak, orang tua, dan perempuan. Dan jangan merusak tanaman, pohon-pohon besar." Pernyataan yang menunjukkan bahwa Islam memiliki moralitas tinggi dalam perang, tidak hanya untuk manusia tetapi juga untuk tanaman, hewan dan bumi.

Jadi, jika ada tindakan terorisme yang dilakukan oleh Muslim, itu tidak boleh digeneralisasikan sebagai prinsip hukum Islam. Setelah Bush mengumumkan perang melawan terorisme, sebenarnya hal tersebut tidak menjadi perang melawan terorisme, tetapi malah merubah peta politik hubungan internasional. Negara-negara yang didukung perang ini menjadi aliansi Amerika dan yang tidak mendukung, Bush klasifikasikan sebagai bagian dari teroris . Hal tersebut terkenal dengan sebutan doktrin Bush.

Dari penjelasan di atas, jelas bahwa terorisme adalah masalah yang sangat rumit dalam politik internasional. Di satu sisi, terorisme harus diakui sebagau penyebab tindakan yang merugikan negara, tetapi di sisi lain, perang melawan terorisme yang dipimpin oleh Amerika menimbulkan permasalahan baru, apakah itu murni untuk menciptakan kehidupan dunia yang damai atau justru digunakan oleh negara-negara yang kuat untuk kepentingan sendiri? Selain itu, perang melawan terroris tidak harus perang melawan agama karena ada tidak ada bukti yang ditemukan bahwa agama terutama Islam mendidik pengikutnya menjadi teroris. Pembenaran terorisme atas nama agama hanya akan membuat kehidupan dunia menjadi lebih buruk. Banyak fakta-fakta menunjukkan bahwa tindakan-tindakan terorisme dilakukan karena kepentingan non-religius, seperti alasan ekonomi dan juga politik (wnd)

Shared: